Rabu, 28 Desember 2011

Jenis Penyakit Udang Pada Budidaya Air Payau



Dalam sejarah perkembangan budidaya udang windu di Indonesia dijumpai banyak kendala yang mengakibatkan produksi udang berfluktuasi. Kendala itu adalah berjangkitnya wabah penyakit yang berakibat pada kematian udang secara massal di tambak. Selain itu, faktor kualitas lingkungan juga memegang peranan penting dalam epizootiologi penyakit.
Diantara jenis penyakit yang menyerang udang windu, penyakit viral adalah penyakit yang paling ganas dan mengakibatkan kerugian paling besar. Tercatat wabah penyakit kepala kuning, dan bercak putih telah melanda pertambakan Indonesia danmengakibatkan kematian udang berumur antara 1 – 2 bulan.


PENYAKIT VIRAL
Pada dekade terakhir, penyakit viral telah mengakibatkan kerugian yang cukup besar di kalangan petambak. Penyebaran penyakit terjadi secara cepat dan melanda satu kawasan dalam waktu sangat singkat. Ada sekitar 5 jenis penyakit viral yang telah dideteksi yaitu IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoitic Necrosis Virus), HPV (Hepatopancreatic Parvolike Virus), MBV (Monodon Baculavirus), SEMBV (Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus), YHV (Yellow Head Virus).
Jenis MBV dan SEMBV telah dideteksi meluas di seluruh tambak di Indonesia. Penyakit ini menyerang udang berumur 1 – 2 bulan telah tebar. Serangan MBV ditandai dengan perubahan hepatopankreas yang menjadi kekuningan karena mengalami kerusakan. Kasus ini melanda sejak tahun 1998 dengan tingkat kematian lebih dari 90% dalam waktu 2 minggu sejak gejala serangan dijumpai. Sedangakan penyakit yang diakibatkan oleh SEMBV ditandai dengan timbulnya putih berukuran 0,5 – 2,0 mm pada bagian karapas hingga menjalar ke ujung ekor. Bercak putih yang timbul adalah sebagai akibat abnormal depasit garam kalsium oleh lapisan epidermis kutikular. Tanda serangan YHV di tambak kepala udang berwarna kekuningan.
Epizootiologi Infeksi
Tak kalah pentingnya adalah faktor transmisi dan reservoir infeksi. Penyebab penyakit udang dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal terjadi melalui rantai makanan atau virion yang terbatas ke lingkungan dan masuk ke tubuh udang yang sehat. Secara vertikal terjadi dengan cara induk yang menjadi karier virus akan menularkan melalui kotoran yang setelah bebas di air akan menginfeksi larva. Infeksi pada umumnya terjadi melalui 3 rute utama yaitu kulit, insang, dan saluran pencernaan.
Jenis virus , kisaran insang dan dampak yang ditimbulkan
Virus Kisaran hast Tanda klinis dan Mortalitas
Diagnosis Virus
Saat ini telah dikembangkan berbagai metode diagnosis virus diantaranay metode konvensional seperti histipatologi, dasblot, hibridisasi, in situ dan PCR dan RT-PCR. Metode diagnosis dengan PCR mungkin merupakan salah satu metode yang paling cepat dan menjanjikan tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan metode lain. Sampel dapat disiapkan dalam awetan alkohol 70% dalam potongan kecil (0,5 cm), untuk PCR dan penggunaan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi.
Pengendalian Penyakit
Tidak ada jenis antibiotik dan kemoterapi lain yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit viral. Pencegahan lebih efektif untuk pengendalian penyakit viral. Tindakan pencegahan ini meliputi :
1. Penyediaan benih bebas virus
2. Pembersihan karien di lingkungan tambak merupakan alternatif yang paling berhasil untuk program pengendalian penyakit viral.
3. Aplikasi ilmunostimulan dapat merangsang sistem kekebalan non spesifik udang windu
4. Penjagaan kualitas lingkungan
Vaksinasi kurang bermanfaat sebab sistem respon imun pada udang yang masih sangat sederhana.


PENYAKIT BAKTERIAL
Ditingkat kerugian, serangan penyakit bakterial jarang sekali menimbulkan kematian secara massal pada udang di tambak. Tapi di pembenihan menjadi masalah serius seperti berjangkitnya penyakit larva nyala (Luminous disease)
Jenis Penyakit
Beberapa jenis penyakit bakterial yang dijumpai menyerang udang di tambak diantaranya adalah penyakit insang hitam, penyakit ekor geripis, kaki putus, bercak hitam, kulit dan otot hitam (black splincter disease).
Bakteri Vibrio Sp. Seperti Vibrio Alginolyticus, V. Parahaemolyticus, dan V. Anguillanum merupakan bakteri yang erat kaitannya dengan penyakit tersebut. Peningkatan virulensi patogen diperkuat dengan jeleknya manajemen kuaiiatas air, yang tidak jarang menimbuikan kematian udang. Secara umum Vibrio Sp termasuk patogen opportunis bagi udang windu.
Epizootiologi
Transmisi infeksi bakteri dapat terjadi baik secara vertikal dan horizontal, dengan rute infeksi melalui kulit, insang dan pencemaan makanan.
Tidak seperti halnya dengan virus, tidak ada reservoir spesitik bagi infeksi bakterial, ikan, udang, fitoplaknton, kotoran dapat menjadi media bagi patogen bakterial. Karenanya penyakit bakterial termasuk kelompok “water borne disease”, karena dapat dikatakan air merupakan resevoir bakteri.
Diagnosis Penyakit
Konfirmasi dapat dilakukan deogan cara pemeriksaan bagian jaringan otot, bagian yang menunjukkan luka, insang dan hemolimfe. Sampel kemudian dibiakkan pada permukaan media TCBS, dan apabila diperlukan dapat dilakukan identifikasi untuk menentukan jenis. Diperlukan sampel segar, dari udang yang masih hidup atau hampir mati (Maribund) untuk menghindari adanya kontaminasi. Sampel dapat dibawa dalam keadaan hidup atau disimpan dalam termos dengan es batu.
Pengendalian
Apabila sedang terjadi wabah (outbreak) pemakaian antibiotik dapat dilakukan dengan cara pencampuran ke dalam pakan. Sebelum diberikan sebaiknya dilakukan sensitivitas antibiotik sehingga diperoleh jenis dan dosis pengobatan yang tepat. Pemakaian vaksin tidak banyak menolong. Penggunaan vitamin C, imunostimulan selain vaksin dapat dilakukan.


PENYAKIT MIKOTIK
Penyakit ini relatif jarang dijumpai menimbulkan masalah pada budidaya udang windu di tambak. Jamur jenis Fusarium Sp. Merupakan jenis jamur yang ditemukan menginfestasi insang udang, mengakibatkan penyakit insang hitam. Dengan bantuan mikroskop, akan ditemukan makrokonidia jamur pada insang yang berwarna kehitaman.
Epizootologi penyakit meliputi transmisi penyakit seperti halnya penyakit bakterial, yaitu melalui air, sehingga termasuk kategori “water borne disease”. Faktor pemicu timbulnya penyakit juga tidak jelas, akan tetapi kondisi lingkungan yang jelek, air kaya bahan organik , menjadi pemicu munculnya penyakit ini. Reservoir jamur adalah air, dan bahan organik yang melimpah di lingkungan air tambak dapat menjadi media yang subur lagi berkembangnya jamur.


PENYAKIT FOULING
Dikenal sebagai Fouling disease karena mengakibatkan penampilan udang menjadi tidak menarik. Tubuh udang kelihatan seperti berlumut, dengan warna kecoklatan yang diakibatkan oleh penempelan protozoa jenis Varticella sp dan Zoothamnium sp. Protozoa ini juga sering menempel pada insang sehingga kelihatan berwama kecoklatan dan pada akhirnya akan mengakibatkan warna insang menjadi kehitaman, karena nekrosis.
Epizantiologi.
Seperti halnya dengan penyakit bakterial, protozoa termasuk ke dalam golongan patogen apportunis dan merupakan water borne disease. Hal ini karena protozoa juga merupakan organisme yang bersifat organisme heterotrofik yang mampu menggunakan bahan organik dari organisme yang telah mati. Transmisi protozoa karenanya terjadi secara horizontal.
Diagnosis Penyakit.
Konfirmasi penyakit dapat dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran rendah hingga 400 x. Dengan pemeriksaan ini akan terlihat baik Vorticella sp. Sebagai sel tunggal dilengkapi tangkai dan bergerak atau Zoothamnium sp. Sebagai koloni dengan percabangan dua-dua (bina). Masing-masing dengan tangkai yang dapat bergerak secara bersamaan. Gunakan tangkai seperti pegas disebabkan oleh adanya benang gerak diadakan tangkai.
Pengendalian Penyakit.
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara pengelolaan kualitas air, dengan menghindari bahan organik berlebihan dalam air media pemeliharaan, merangsang udang moulting dan segera melakukan penggantian air secara kontinyu.


PENYAKIT NUTRITIF.
Penyakit Nutritif dapat terjadi meskipun prasensasinya relatif jarang terjadi. Pakan buatan yang terkontaminasi oleh aspeegillus flavus, dan penicellum sp dapat menjadi penyebab udang menderita keracunan. Faktor penyebabnya adalah pakan yang diberikan sudah masa kadaluwarsa, dan disimpan pada kondisi embab. Kekurangan vitamin C dapat juga terjadi

Sabtu, 24 Desember 2011

CARA BUAT ANAK KEMBAR 2

Cara Membuat Anak Kembar

Cara Membuat Anak Kembar: Memiliki anak kembar bisa menjadi sukacita dan tantangan. Bayangkan cara membuat anak kembar bukanlah ilmu pasti, tetapi ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan kesempatan Anda memiliki anak kembar yang manis and lucu2. :) Dan dibawah ini adalah beberapa cara atau metode untuk memperbesar kesempatan anda mendapatkan anak kembar.

1. Ketahuilah bahwa sel telur, dibuahi yang terbagi dalam dua akan menciptakan kembar identik. Setiap sel telur akan berkembang menjadi individu, dan keduanya akan dikurung di dalam plasenta yang sama. Susunan genetik dari si kembar akan sama. kembar identik selalu baik baik laki-laki atau keduanya perempuan.


2. Ketahuilah bahwa kembar fraternal dibuat ketika wanita rilis dua telur yang baik mendapatkan dibuahi dan implan. Bayi ini berkembang akan masing-masing memiliki plasenta terpisah. Susunan genetik kembar ini akan berbeda, sama seperti jika mereka lahir pada waktu terpisah. Kembar fraternal dapat jenis kelamin yang sama, atau ada dapat menjadi salah satu jenis kelamin masing-masing.

3. Ambil suplemen makanan seperti akar singkong (sejenis ubi), produk susu dan asam folat untuk sedikit meningkatkan kesempatan Anda memiliki anak kembar.

4. Tetap menyusui saat Anda sedang mencoba untuk hamil anak berikutnya. Ibu menyusui hamil kembar di tingkat lebih besar dari ibu yang memiliki anak-anak disapih mereka sebelumnya.

5. Ketahuilah bahwa wanita yang lebih tua dan wanita yang sedikit kelebihan berat badan juga memiliki kesempatan lebih besar untuk hamil kembar.

6. Sadarilah bahwa, secara keseluruhan, hamil kembar sebagian besar masalah keberuntungan.

Skeletonema costatum

1 . Biologi Skeletonema costatum
                       
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 Skeletonema costatum diklasifikasikan sebagai berikut                        :

Phylum
         :              Bacillariophyta
Kelas
           :               Bacillariophyceae
Ordo
            :               Bacillariales
Subordo
        :               Coscinodiscinae
Genus
           :               Skeletonema
Spesies
         :              Skeletonema costatum

2 .  Morfologi Skeletonema costatum
       Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran 4-6 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari beberapa sel. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sela dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum dinding sel yang unik karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari silikat, bagian katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Clinton, 1981; ohilip, 1986; Lokman, 1990).

3. Siklus Hidup Skeletonema costatum
  
            Secara normal skeletonema costatum ini bereproduksi secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-ulang ini akan mengakibatkan ukuran sel menjadi lebih kecil secara berangsur-angsur hingga generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah dibawah 7 mikron, secara reproduksi tidak lagi secara aseksual akan tetapi berganti menjadi seksual dengan pembentukan auxospora. Mula-mula epiteka dan hipoteka ditinggalkan dan menghasilkan auxospora tersebut. Auxospora ini akan membangun epiteka dan hipoteka baru dan tumbuh menjadi sel yang ukurannya membesar, kemudian melakukan pembelahan sel hingga membentuk rantai (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) Skeletonema costatum umumnya berkembangbiak dengan pembelahan sel sederhana.
Cara ini memberikan hasil yang sangat bagus dalam mengembangkan populasi melalui dua jalan berbedayaitu:

1.      Cara ini mendorong produksi dalam jumlah besar yang cepat jika kondisi untuk tumbuh
2.       Ukuran terbesar yang dicapai sel tunggal sebagai Bagian dari populasi terus     berkurang oleh setiap pembelahan berikutnya.
Menurut isnansetyo dan kurniastuty (1995) susunana perkembangan umum skeletonema costatum ditandai dengan sedikitnya empat tahap yang terpisah :Tahap istirahat  Setelah penebaran bibit dalam media kultur,populasi sekletonema costatum sementara tidak berubah, sel masih beradaptasi dengan lingkungannya.
·         Tahap eksponensial : Ditandai dengan pembiakan sel yang cepatdan konstan.
·         Tahap stasioner  : Kecepatan perkembangan sudah mulaimenurun secara   bertahap,sel-sel secara totalatau adanya keseimbangan antara tingkatkematian dengan tingkatpertumbuhan.
·         Tahap kematian : Tingkat kematian lebih tinggi dari tingkatpertumbuhan.
4 . Ekologi dan Fisiologi Skeletonema costatum

             Secara ekologis, berbagai macam makanan itu dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos, perifitin dan neuston. Semua ini didalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan jaringan makanan. Fitoplankton memegang peranan penting dalam perairan, sebab fitoplankto asal mulanya terjadi dari bahan organic, yang kemudian dijadikan sumber makanan oleh jasad-jasad lainnya. Zooplankton dan jasad-jasad lainnya akan berke  mbang Apabila tersedianya makanan yang cukup yang berasal dari fitoplankton tersebut (mudjiman, 2004).

          Plankton adalah biota yang hidup di permukaan air dan mengapung, menghanyut atau berenag lemah, artinya mereka tidak melawan arus. Di alam bebas larva udang mengkonsumsi plankton baik berupa fitoplankton dan zooplankton. Oleh karena itu dalam pemeliharaan larva perlu di pilih jenis yang paling sesuai dan baik untuk makanan larva udang tersebut. Untuk keperluan ini maka jenis plankton tersebut harus dipelihara dalam bak tersendiri. Dalam pemeliharaan larva udang selain makanan alami juga makanan buatan sangat berperan yang diberikan sebagai makanan tambahan. Pemberian makanan yang berupa skeletonema costatum dimulai pada stadia zoea dan mysis (Nybakken, 1992). Menurut Cahyaningsih (1990) ada beberap factor yang dapat digunakan sebagai acuan unutk menentukan apakah jenis plankton itu termasuk kategori pakan alami yang memenuhi syarat, diantaranya adalah Bentuk dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva diproduksi secara massal dan mudah dibudidayakan Kandungan sumber nutrisinya lengkap dan tinggi Isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna.
         
           Gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap.
Diatom adalah ganggang atau alga renik yang termasuk dalam divisi thallophyta dan kelas diatomae (Bacillariophyta). Ganggang jenis ini memiliki dua ordo, yakni centrales dan pennales. Ordo centrales bentuknya seperti silinder dan kebanyakan hidup dilaut. Beberapa contoh anggota ordo centrales diantaranya planktoniella, cyclotella, coscinodiscus, chaetoceros, melosira dan skeletonema. Ordo pennales berbentuk lonjong, memanjang, seperti gada, dan seperti perahu. Jenis ini banyak hidup di air tawar. Beberapa contoh diantaranya adalah synedra, pleurosigma, navicula, nitzschia dan amphora (Mudjiman, 2004; bhactiar, 2003).

5 . Faktor  yang  Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum

             Menurut Ruth dan Charles (1966) untuk mendapatkan hasil kultur skeletonema costatum yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa factor yang dapat mendukung keberhasilan lingkungan culture tersebut. Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantanya adalah factor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan lingkungan kultur. Factor biologis meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang mencukupi. Factor fisika yang mempengaruhi antaralain suhu, salinitas, pH, dan intensitas cahaya. Factor kimia adalah unsur hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur. Selain factor tersebut diatas ada factor lain yang perlu diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan.

     Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan factor pembatas penyebaran suatu species. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan skeletonema costatum (Suriawiria, 1985). Dalam proses aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam proses potositesis juga akan timbul gesekan antara gelembung udara dengan moleku-molekul air sehingga terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini sangat penting untuk memperthankan suhu tetap homogen serta penyebaran penyinaran dan nutrient tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton dan menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam (Priyambodo, 2003;Mudjiman, 2004). Salinitas merupakan salah satu factor lingkungan yang mempengaruhi tekanan osmotik antara protoplasma sel organic dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur sekletonema costatum. Sekeltonema costatum tumbuh optimal pada salinitas 25-29 ppt (Djarijah, 1995).

            Pertumbuhan skeletonema costatum sangat tergantung pada intensitas lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur missal diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnantyo dan Kurniastuty, 1995).

6 . Kebutuhan Nutrien

             Skeletonema costatum untuk kehidupannya memerlukan bahan-bahan organikdan anorganik yang diambil dari lingkungannya. Bahan-bahan tersebut dinamakan nutrien, sedangkan penyerapannya disebut nutrisi. Fungsi utama bahan makanan (nutrien) adalah sebagai sumber energi dan pembangun sel. Pada budidaya ekeletonema costatum sangat dibutuhkan berbagai macam senyawa organic baik senyawa unsur hara makro (Nitrigen, Fosfor, Besi, Sulfat, magnesium, Kalsium dan kalium) dan unsur hara mikro (Tembaga, Mangan, Seng, Boron, Molibdenum dan cobelt) (Ruth dan Charles, 1966).

7 . Upaya Pembudidayaan

a). Isolasi
            Tujuan isolasi untuk memperoleh fitoplankton monopesies (murni) dengan cara mengambil sampel air laut di alam dengan menggunakan planktonet, untuk selanjutnya diamati dibawah mikroskop. Ada beberapa cara isolasi antara lain pengenceran berseri dan menggunakan pipet kapiler. Pengenceran berseri digunakan bila jumlah organism banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel kedalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan yang akan disisolasi. Sedangkan dengan menggunakan pipet kapiler, dimana sampel 10-15 tetes medium (Isnansetyo dan kurniastuty, 1999).

b). Kultur Skala Semi-Massal
            Kegiatan kultur skala semi-massal ini, dilakukan diruang semi “out door” tanpa dinding, beratap transparan untuk memanfaatkan cahaya matahari. Kultur dengan wadah aquarium /fiber transparan pada volume sekitar 100 liter. Sebelum melakukan kultur, terlenih dahulu menyiapkan wadah dan peralatan lainnya dengan kaporit 100 ppm. Sterilisasi air laut di bak dengan kaporit 15-10 ppm dilakukan pengadukan selama 1-2 hari atau sampai netral kemudian diendahkan dengan menghentikan pengadukan. Untuk volume diperlukan bibit 5-10 % dari volume total. Diawal total kultur salinitas 28-30 ppt suhu air dibawah 300C dan pH 7,9-8,3 dan kekuatan cahaya pada kisaran 10000-50000 lux. Pupuk yang digunakan adalah pupuk teknis (Cahyaningsi, 1990).

c). Kultur Massal
            Kultur massal/out door dimulai dari volume 1 ton sampai dengan 20 ton atau lebih. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukan kedalam bak-bak kultur, selanjutnya dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Pupuk yang digunakan untuk kultur massal adalah pupuk teknis atau pupuk pertanian seperti : Urea, TSP, dan vitamin mix (Djarijah, 1995).



d). Metode Kultur
            Dalam kultur plankton (alga), pada prinsipnya adalah sama untuk semua jenis.
Perbedaanya terletak pada media pemeliharaan, pupuk yang digunakan dan faktor
lingkungan untuk setiap jenis alga berbeda. Sedangkan persiapan yang dibutuhkan untuk budidaya alga adalah sama. Persiapan Kultur meliputi : Bak kultur yang dugunakan harus bersih dan steril, Air laut yang digunakan harus bebas dari mikroorganisme lain, tempat kultur terlindung dari curahan hujan dan pupuk yang digunakan mudah didapat dan murah. Skeletonema Costatu Pupuk yang digunakan adalah : Urea 60 ppm atau 60 g/ton NaH2PO4 8 ppm atau 8 g/ton Na2SiO3 6 ppm atau 6 g/tonFeCl3 1 ppm atau 1 g/tonEDTA 5 ppm atau 5 g/ton.

Cara Kultur
·        pupuk yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan.di masukkan ke dalam  bak yang telah dipersiapkan sebelumnya dan air laut yanmg sudah steril dengan kadar garamsekitar 20-30 %.
·        Setelah pupuk melarut, bibit Skeletonema dimasukkan kedalam bak kultur.
·        Lakukan pemeliharaan dengan cukup mendapatkan intensitas cahaya.

Kamis, 22 Desember 2011

TEKNIK PEMIJAHAN IKAN KOI


TEKNIK PEMIJAHAN IKAN KOI
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika hendak memijahkan ikan koi adalah ketersediaan kolam, persediaan induk koi, penyediaan pakan benih, dan perlakuan seleksi yang ketat.
Kolam Pemijahan
Kolam pemijahan tidak mungkin menjadi satu dengan kolam taman. Kolam pemijahan harus mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air tersendiri.Selain itu, seluruh kolam harus diplester dan bisa dikeringkan dengan sempurna.
Luas kolam pemijahan bervariasi. Untuk kolam sempit dapat menggunakan kolam seluas 3-6 m2 dengan kedalaman 0,5 m. Lokasi kolam cukup mendapatkan sinar matahari, tidak terlalu ribut, terlindung dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan lain.
Jika mungkin, sediakan juga kolam penetasan telur dan perawatan benih. Kolam penetasan, bentuknya bisa persegi panjang atau bulat. Kalau kolam bulat, diameternya antara 1,5-2 m.
Satu kolam lagi jika ada, yaitu kolam untuk menumbuhkan pakan alami yang dipakai untuk lmensuplai pakan benih jika kuning telurnya telah habis. Kedalaman kolam sekitar 30 cm. Luas kolam antara 6-10 m2, cukup memadai.
Bagi yang memiliki uang cukup, dinding kolam bisa dilapis vinil yaitu bahan yang biasa untuk membuat bak fiberglass. Dengan lapisan vinil, kolam-kolam tersebut lebih terjamin kebersihannya dan efek dari semen bisa dihilangkan.
 Seleksi Induk
Syarat utama induk adalah calon induk sudah matang kelamin dan matang tubuh. Matang kelamin artinya induk jantan sudah menghasilkan sperma dan induk betina sudah menghasilkan telur yang matang. Matang tubuh artinya, secara fisik mereka sudah siap menjadi induk-induk produktif.
Syarat lain fisiknya prima, tidak cacat. Sirip-siripnya lengkap, juga sisiknya. Gerakannya anggun, seimbang , tidak loyo. Umur jantan minimal 2 tahun, betina minimal 3 tahun. Betina lebih besar dibandingkan jantan, perutnya terlihat lebih besar dibandingkan punggung. Jantan sebaliknya, lebih langsing dan perutnya rata jika dilihat dari punggung. Sirip induk jantan siap kawin akan muncul bintik-bintik putih.
Seekor induk betina berpasangan dengan 2 atau 3 induk jantan. Jika seekor betina hanya diberi seekor jantan di kolam pemijahan dan tak disangka jantannya ngadat, gagallah pemijahan. Dengan menyediakan stok jantan lebih dari satu, kegagalan pemijahan bisa dihindari.
Disarankan untuk tidak menggunakan stok induk yang paling bagus, karena keturunannya biasanya jelek. Anak keturunannya belum tentu sebagus induknya. Yang dipijahkan sebaiknya koi biasa saja, tetapi masih memiliki sifat-sifat unggul, seperti warnanya pekat. Pada saat seleksi benih, nantinya bisa dipilh mana yang bagus dan mana yang diafkir.
Persiapan Kolam
Pertama kali yang harus dipersiapkan untuk pemijahan adalah kolam. Kolam dikeringkan dibawah terik matahari. Pintu pemasukan dipasang saringan untuk mencegah telur yang mungkin hanyut.
Telur koi menempel (adesif) sifatnya. Biasanya koi akan bertelur dibawah tanaman atau bahan apa saja yang bisa dipakai untuk menempelkan telurnya. Oleh karena itu sediakan penempel telur yang memadai agar telur koi bisa selamat.
Penempel telur bisa menggunakan kakaban, yang dipakai untuk memijahkan ikan mas. Kakaban dibuat dari ijuk yang dijepit dengan bilah bambu dan dipaku. Kakaban yang baik terbuat dari ijuk yang panjang dan rata, panjang 120 cm lebar 40 cm. Jumlah kakaban yang diperlukan disesuaikan dengan besar induk betina, biasanya 4-6 buah untuk setiap 1 kg induk betina.
Agar bisa mengapung, kakaban disusun di atas sepotong bambu yang masih utuh. Diataskakaban diberi bilah bambu dan diikat agar kumpulan kakaban tidak tercerai-berai ketika pasangan induk memijah. Sebelum dipasang, kakaban dibersihkan, dicuci, dan dibilas agar terbebas dari lumpur.
Kakaban dipasang setelah kolam diisi air. Air selalu mengalir ke kolam pemijahan untuk merangasang pasangan koi yang akan memijah. Selain kakaban, tempat penempel telur bisa juga menggunakan tanaman air seperti Hydrilla yang disusun atau potongan tali rafia sebagai pengganti ijuk.
Pelaksanaan Pemijahan
Induk dimasukkan sekitar pukul 16.00 dan akan mulai memijah tengah malam. Induk betina akan berenang mengelilingi kolam dengan diikuti induk jantan di belakangya. Makin lama gerakan mereka makin seru. Induk jantan menempelkan badannya ketika mengikuti induk betina. Pada puncaknya, induk betina akan mengeluarkan telurnya dengan sesekali meloncat ke udara. Aktifitas betina ini segera diikuti jantan dengan mengeluarkan cairan sperma.
Telur-telur yang terkena sperma akan menempel pada kakaban atau bahan penempel telur lainnya dan susah lepas. Juga ada sebagian telur uyang jatuh ke dasar kolam. Perkawinan selesai pada pagi hari. Induk segera dipisah dari telurnya. Jika terlambatm telur bisa habis dimakan induknya.
Ada dua cara untuk memisahkan induk dari telur yang dihasilkan.Pertama, dengan memindahkan induk dari kolam pemijahan dan tetap membiarkan telur menetas di kolam tersenur. Cara kedua dengan memindahkan telur ke kolam penetasan. Cara pertama lebih praktis karena lebih menghemat lahan (kolam).
Untuk mencegah agar tidak terserang jamur, telur-telur direndam dulu dalam larutan Malachyt green dengan konsentrasi 1/300.000 selama 15 menit sebelum ditaruh di kolam penetasan. Ketika akan merendam telur-telur ini, sebaiknya kakaban digoyang-goyangkan pada air agar kotoran yang mungkin menutupi telur bisa terlepas.
Penetasan Telur
Agar menetas dengan baik, telur harus selalu terendam dan suhu air tetap konstan. Jika suhu terlalu dingin, penetasan akan berlangsung lama. Jika suhu terlalu tinggi, telur bisa mati dan membusuk.
Agar telur bisa terendam semua, rangkaian kakaban harus “ditenggelamkan” ke dalam kolam. Untuk itu bisa memakai jasa gedebog pisang. Potong tiga buah gedebog pisang sepanjang 40 cm, lalu letakkan diatas kakaban dengan dua ruas bambu sebagai alasnya. Agar bisa stabil, gedebog diratakan salah atu sisinya.
Dalam tempo 2 – 3 hari telur koi sudah mulai menetas. Setelah menetas kakaban diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Nantinya kakaban bisa dipakai lagi di lain kesempatan.
Benih koi umur seminggu masih lembut. Umumnya orang menetaskan telur koi dalam hapa yaitu kantong yang bermata lembut yang biasa untuk menampung benih. Di hapa, benih koi lebih mudah dikumpulkan dan tidak hanyut terbawa aliran air. Koi yang baru menetas masih membawa kuning telur sebagai persediaan pakan utama yang pertama.
Selama itu mereka belum membutuhkan pakan dari luar karena pencernaannya belum terbentuk sempurna. Dua atau tiga hari kemudian, mereka sudah mulai berenang. Saat ini sudah waktunya menyediakan pakan bagi benih. Benih ini harus dipindahkan ke kolam pembesaran yang banyak mengandung pakan alami.
Perawatan Benih
Benih yang sudah berenang bebas harus dipindahkan ke kolam pembesaran. Kolam pembesaran ini harus dipersiapkan, agar ditumbuhi pakan alami, seminggu sebelum pemijahan. Adapun langkah – langkah persiapannya sebagai berikut.
Kolam dikeringkan selama dua hari di bawah terik matahari dan disemprot dengan pestisida agar binatang yang tidak dikehendaki mati. Pestisida yang dipakai Dipherex atau Nogos dengan dosis 0,5 – 1,0 ppm. Kemudian untuk menyediakan pakan alami berupa binatang renik, kolam dipupuk dengan kotoran ayam dan jerami. Jerami ditindih dengan batu dan diletakkan di sudut – sudut kolam. Volume kotoran ayam 1,5 kg/m2. pintu pemasukan air ke kolam harus diberi saringan.
Dalam beberapa hari, air yang terkena jerami akan berubah warna menjadi merah kecoklatan. Namun, beberapa hari kemudian akan jernih kembali. Jika pemberian kotoran ayam dan jeramitepat, dalam beberapa hari kemudianakan tumbuh infusoria dan fitoplankton. Pada saat ini benih – benih koi sudah bisa dimasukkan setelah kurang lebih sepuluh hari, daphnia akan tumbuh.
Jika tidak dapat menumbuhkan pakan alami, terpaksalah memberi pakan benih koi dengan pakan buatan seperti kuning telur yang direbus, tepung udang, susu bubuk untuk anak sapi, dan pakan tepung khusus untuk koi. Untuk menjaga agar air tidak busuk oleh sisa pakan buatan, di kolam dimasukkan air baru agar sisa pakan hanyut.

Rabu, 14 Desember 2011

TEKNIK POLIPLOIDISASI PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)


TEKNIK POLIPLOIDISASI PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)

Poliploidi
Manipulasi kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya triploid dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun heterozigot. Organisme poliploid terbentuk melalui proses yang disebut induksi poliploidisasi. Pada umummnya hampir semua spesies pada setiap individunya mempunyai dua perangkat kromosom (diploid) dan sebagian ada yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosomnya. Poliploidi adalah organisme yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosom menjadi lebih dari dua perangkat kromosom, sedangkan organisme yang mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi satu perangkat kromosom saja disebut dengan monoploid atau haploid (Firdaus, 2002). Menurut Ayala dkk., (1984) dalam Firdaus (2002) organisme poliploidi adalah suatu organisme yang memiliki tiga atau lebih perangkat kromosom.
Mekanisme poliploidi pada makhluk hidup dibedakan berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu poliploidisasi secara alamiah dan poliploidisasi secara buatan. Poliploidisasi secara ilmiah tidak melibatkan peran, kesengajaan atau campur tangan manusia, penyebab poliploidisasi ini adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya (Firdaus, 2002). Menurut Ayala dkk. (1984) dalam Firdaus (2002) menjelaskan bahwa poliploidi secara alamiah dialam sering ditemukan pada tumbuhan dan jarang sekali ditemukan pada kelompok hewan. Poliploidi buatan pada hewan pertama kali dilakukan pada kelompok ikan Polcillidae, dengan menggunakan teknik yang masih sederhana yaitu kejutan suhu (Gustianto, 1992 dalam Firdaus 2002).
Menurut Firdaus (2002) poliplodi dapat dilakukan dengan perlakuan fisik dan kimiawi, perlakuan fisik misalnya dengan cara pemberian kejuatan panas, kejutan dingin, tekanan hidrostatik dan radiasi, sedangakan perlakuan kimiawi dengan menggunakan zat-zat anti pembelahan misalnya kolkisin. Ikan poliploidi relatif mudah diproduksi melalui pencegahan peloncatan polar bodi II atau pada pembelahan mitosis zigot dengan mempergunakan kejuatan panas (Wilkins, 1983 dan Oshiro & Takashima, 1992 dalam Mukti, 2000 dalam Firdaus, 2002). Menurut Yamazaki (1983) dan Wilkins (1983) dalam Firdaus (2002) menjelaskan pencegahan polar bodi II atau pencegahan mitosis zigot dilakukan dengan merusak gelondong pembelahan (mikrotubula) menggunakan agen penginduksi poliploidisasi. Karena mikrotubula tidak berfungsi, kromosom tidak dapat memisah menuju kutub masing-masing selama anafase. Kegagalan anafase ini menyebabkan tidak terjadinya pembelahan sel, sehingga terbentuk sel dengan jumlah kromosom atau ploidi dua kali lipat dari jumlah kromosom sel sebelumnya (Firdaus, 2002).


Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi antara ovum dan sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan sperma terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum yang telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan terbentuklah sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan (1n) dan pronukleus betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan selanjutnya zigot akan melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002).
Saat tahap meiosis II dan pembelahan zigot, ada peluang untuk dilakukan manipulasi kromosom, dengan menggunakan agen-agen poliploidisasi (Purdom, 1983 dalam Firdaus, 2002). Dalam perlakuan induksi poliploidisasi dengan kejutan panas maupun dingin, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu waktu awal kejutan, intensitas suhu kejutan dan lama kejutan yang nilai parameternya berbeda untuk setiap spesies ikan (Pandia dan Varadaraj, 1988 dalam Mukti 2000 dalam Firdaus, 2002). Waktu awal pemberian kejutan, berkaitan dengan ketepatan pada waktu terjadinya pembentukan gelondong dan selama proses penarikan kromosom dari bidang equator pada fase anafase (Firdaus, 2002).
Proses pembentukan ikan poliploid khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan pembentukan ikan normal (diploid).


1 . Pembentukan Ikan Normal (Diploid)
Mustami (2002) menjelaskan bahwa proses pembentukan ikan normal adalah dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal yang mempunyai 2N kromosom oleh sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N kromosom, kemudian telur akan mengalami peloncatan polar bodi II, yaitu 1N kromosom dari telur akan meloncat keluar sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom yang masing-masing berasal dari kedua induknya (jantan dan betina). Proses selanjutnya adalah terjadi pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio berkembang dan menetas menjadi ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.


2 . Pembentukan Ikan Triploid
Ikn triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Dalam Chao, dkk. (1986); Johnson (1985) dalam Mustami dalam Firdaus (2002) menjelaskan ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selam pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Dari beberapa hasil penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) disebutkan terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan panas, lama waktu dan intensitas suhu kejutan panas yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid, menurut Carman, dkk. (1992) dalam Mustami (1997) pembentukan ikan triploid dilakukan dengan cara memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah fertilisasi. Berdasarkan atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa pemberian kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua menit, mempunyai efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.
Selain dengan kejuatan panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid dapat dibentuk dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan diploid, induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan dihasilakn zigot triploid.


3 . Pembentukan Ikan Tetraploid
Pada dasarnya pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan pembentukan ikan triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan yang pokok yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya peloncatan polar bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan setelah terjadinya peloncatan polar bodi II (Mustami, 1997). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejutan panas diberikan setelah kromosom mereplikasi dan nukleus zigot sedang terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot diploid saat atau sebelum mengalami mitosis (Penman, 1993; Rustidja, 1996 dalam Mustami, 1997).
Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan kromosomnya saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu kromosom yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid) (Mustami, 1997; Firdaus, 2002). Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda dengan waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping waktu yang perlu diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya suhu yang diberikan. Dari penelitian yang telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu pemberian kejutan panas sebesar 40°C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selam dua menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk pemberian kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.


Analisis Poliploidisasi
Analisis poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui ploidi dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik langsung merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup terutama eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untek menentukan ploidi atau jumlah perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung (Firdaus, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan ploidi atau jumlah perangkat kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi genetik yang diukur secara tidak langsung, prinsip penggunaan teknik tidak langsung adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur.
Metode langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau sel, elektrrophoresis protein , pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah nukleolus (Thorgaard, 1983 dalam Mustami, 1997). Menurut Carman dkk. (1992) dalam Mustami (1997) terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom pada tumbuhan dan hewan . Oleh karena itu jumlah nukleolus dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode nukleolus ini adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus (2002) bahwa jumlah maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan adalah tertentu, dengen demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Menurut Philips dkk. (1986) dalam Mustami (1997) menjelaskan bahwa individu haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus per sel, dan triploid mempnuyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya mengandung satu kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti diploid normal menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diuungkapkan Carman dkk. (1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas pernyataan tersebut diharapkan sel diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya mampu membentuk maksimal dua nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga nkleolus demikian pula pada tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus. Pengertian Nucleolus Organizer Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi beberapa tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r) (http//:www. Wikipedia.org/wiki/nucleolus/nucleolus organizer region). Dalam Klug dan Cummings (1994) dalam Corebima (2000) menjelaskan Nucleolar Organizer Region (NOR) atau mikronukleus merupakan bagian kromosom tempat gen pengkode RNA-r.
Dari penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi, variasi ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak atif mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus (Carman dkk., 1992 dalam Mustami, 1997; Maillet dkk., 1999 dalam Firdaus, 2002). Variasi jumlah nukleolus ini dapat dipahami bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini berhubungan dengan proses aktifitas fisiologis setiap sel, saat tahap embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah nukleolus akan dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat mencapai ratusan nucleolus.